Monday 12 December 2016

Metode pencatatan persediaan barang dagangan

Metode pencatatan persediaan barang dagangan

Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali disebut persediaan barang (merchandise inventory), yaitu seluruh persediaan barang yang dimiliki. Persediaan barang dalam usaha dagang merupakan jumlah yang akan mempengaruhi neraca maupun laporan rugi laba. Oleh sebab itu, persediaan barang yang dimiliki selama satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan dilaporkan dalam laporan rugi laba, dan mana yang masih belum terjual yang akan menjadi persediaan dalam neraca. Nilai persediaan barang dagangan memegang peranan penting dalam proses mempertahankan pendapatan dan biaya untuk satu periode tertentu. Oleh sebab itu, jika terjadi kesalahan di dalam menetapkan nilai persediaan akhir, mengakibatkan kesalahan penetapan laba kotor ataupun laba bersih. Disamping itu, jumlah yang termasuk ke dalam harta maupun modal dalam neraca juga akan ikut salah dan jumlahnya relatif cukup besar.

1.     Pencatatan Persediaan Barang Dagangan
Dalam pencatatan persediaan barang dagangan, baik pembelian (pemasukan) maupun penjualan (pengeluaran), dikenal dua metode pencatatan, yaitu:
a.     Metode perpetual (Perpetual/Continual inventory system)
Metode ini disebut juga dengan metode terus-menerus. Dalam sistem perpetual, berarti mutasi persediaan dilakukan secara kontinu. oleh sebab itu, tidak disediakan akun pembelian dan akun retur pembelian. Setiap pembelian barang dagangan langsung dicatat pada perkiraan persediaan. Selanjutnya, harga pokok penjualan tidak dihitung secara periodik melainkan setiap transaksi baik pembelian atau penjualan dilakukan pencatatan. Mutasi pertambahan atau pengurangan persediaan ditampung dalam akun Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold). Akun persediaan barang dagangan (Merchandise inventory) dalam sistem perpetual digunakan untuk mencatat persediaan yang terdapat pada awal periode.
Menurut metode perpetual (continual), semua pemasukan (pembelian) dan semua pengeluaran (penjualan) barang dibukukan ke dalam akun inventory dari barang yang bersangkutan, masing-masing sebesar harga pembeliannya. Dengan demikian, akun inventory senantiasa menunjukkan keadaan jumlah sisa persediaan barang yang masih ada beserta mutasi perubahannya. Oleh sebab itu, dengan hanya melihat catatan dalam akun ini, perusahaan sudah dapat mengetahui berapa sisa persediaan barang yang masih ada di gudang tanpa harus menghitung dan menilai secara fisik barang-barang tersebut (stock opname).
b.     Metode fisik (Physical inventory system)
Metode fisik disebut juga metode periodik atau metode berkala. Menurut metode fisik, semua pemasukan (pembelian) dan semua pengeluaran (penjualan) barang tidak dibukukan ke dalam akun persediaan dari barang yang bersangkutan. Pemasukan (pembelian) barang dibukukan ke dalam akun pembelian beserta beberapa akun yang menyertainya, yaitu akun diskon pembelian, akun retur pembelian, dan akun purchase allowance, sebesar harga pembeliannya. Sedangkan pengeluaran (penjualan) barang, dibukukan ke dalam akun penjualan beserta beberapa akun yang menyertainya, yaitu akun diskon penjualan, akun retur penjualan dan akun sales Allowance, sebesar harga penjualannya (yang mengandung rugi atau laba). Dengan demikian, akun persediaan hanya menunjukkan nilai persediaan awal dan persediaan akhir periode barang yang bersangkutan saja. Oleh sebab itu, jika perusahaan ingin mengetahui berapa sisa persediaan barang yang masih ada, harus melakukan penghitungan secara fisik barang-barang yang terdapat di gudang (stock opname). Perusahaan tidak dapat mengetahui jumlah tersebut hanya dengan melihat catatan dalam akun persediaan saja.

2.     Penilaian Persediaan Barang
Penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Persediaan akhir biasanya dihitungharga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harag pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam neraca. Jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.
a.     Penilaian persediaan berdasarkan metode fisik
Dalam metode fisik, dikenal beberapa cara penilaian persediaan, yaitu:
1)    Menggunakan tanda pengenal khusus (Special indentification)
    Metode ini didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya. Dalam tanda pengenal tersebut, terdapat harga pembelian barang yang bersangkutan. Dengan adanya tanda pengenal pada barang, maka pada akhir periode jika dibutuhkan nilai persediaan barang tersebut cukup dengan melihat dan memperhitungkan jumlah sisa barang itu beserta harga satuannya.
2)    Metode FIFO (First In First Out)
    Pada metode ini, barang yang masuk (dibeli) lebih awal, dianggap dikeluarkan (dijual) lebih awal pula. Dengan demikian, sisa persediaan barang pada akhir periode adalah barang-barang yang masuknya (dibelinya) paling akhir.
3)    Metode LIFO (Last In First Out)
    Menurut cara ini, barang yang masuk (dibeli) lebih awal, dianggap dikeluarkan (dijual) lebih akhir. Dengan demikian, sisa persediaan barang pada akhir periode adalah barang-barang yang masuknya (dibelinya) paling awal.

b.     Penilaian persediaan menurut metode perpetual
Metode ini berbeda dengan metode fisik. Metode perpetual akan mengalami kesulitan dalam penilaian karena setiap melakukan transaksi pengeluaran (penjualan) barang, saat itu pula harus ditentukan nilai cost of good sold (harga pokok penjualan). Metode penilaian persedian perpetual diantaranya:
1)    Metode FIFO (First In First Out)
    Barang yang masuk lebih awal, dianggap dikeluarkan lebih awal. Hal ini berarti setiap terjadi transaksi penjualan, maka cost of good sold dari barang yang dijual tersebut didasarkan pada nilai barang yang lebih awal masuk ke perusahaan.
2)    Metode LIFO (Last In First Out)
    Menurut cara ini, barang yang masuk (dibeli) lebih awal, dianggap dikeluarkan (dijual) lebih akhir. Ini berarti bahwa pada setiap terjadi transaksi penjualan, maka cost of goods sold dari bararlg yang dijual tersebut didasarkan pada nilai barang yang lebih akhir masuk ke perusahaan.
3)    Metode Moving Average
    Menurut cara ini, setiap terjadi perubahan jumlah persediaan barang, baik karena ada pemasukan (pembelian) maupun karena ada pengeluaran (penjualan), sisa persediaan yang ada segera dirata-rata nilainya (harganya). Nilai rata-rata tersebut dapat dihitung dengan membagi jumlah rupiah dari sisa persediaan barang dengan jumlah unit barang yang bersangkutan. Dengan demikian, cost of goods sold dari barang yang dijual dinilai berdasarkan harga rata-rata itu.

1 comment: